K.P. SHK

Jalan Panjang HKm di Kepahiang

Masyarakat pinggir hutan adalah bentuk suatu cerminan umum  kehidupan  mayoritas masyarakat di Provinsi Bengkulu khususnya Kabupaten Kepahiang ini. Masyarakat yang hidup berdampingan dengan kawasan hutan tentulah mempengaruhi cara pandang, kehidupan sosial dan kebudayaan. Hal ini tergambar pada pola sosial mereka yang begitu dekat dengan hutan, salah satu contoh yaitu masyarakat sangat menggantungkan sumber-sumber pangan dan obat-obatan dari hasil hutan sehingga mata percaharian umumnya adalah Petani Hutan.

Masyarakat yang  tidak luput dari berbagai macam masalah, baik dari masalah perekonomian, illegal loging, kriminalisasi sampai pada ketidakpastian terhadap tenurial. Di Provinsi Bengkulu permasalahan utama masyarakat desa pinggir kawasan hutan adalah kepastian terhadap tenurial. Pasca Kebijakan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) 1984, permasalahan tenurial masayarakat desa kian meruncing dengan kawasan hutan, sebagai klaim negara dengan sebutan hutan negara.  Ketidakpastian ini tentunnya berdampak pada kehidupan masyarakat pinggir hutan. Banyak kebun-kebun atau lahan yang telah dikelola secara turun-temurun kemudian diklaim sebagai hutan negara, dan tidak jarang klaim sepihak negara menyebabkan konflik tenurial yang berkepanjangan.

Kawasan Bukit Dendan dan Bukit Jupi, pasca TGHK 1984 merupakan kawasan hutan milik negara dengan status Hutan Lindung Bukit Daun Regiter 5 yang salah-satunya berada di wilayah administratif Desa Tebat Monok dan Desa Kelilik. Tidak bedanya dengan daerah lain, penunjukan Bukit Dendan dan Bukit Jupi sebagai kawasan hutan lindung tentunya terdapat cerita konflik tenurial yang cukup melelahkan bagi masyarakat khususnya masyarakat. Desa Tebat Monok dan Desa Kelilik. Perjalanan panjang konflik antara wilayah kelola masyarakat desa dengan kawasan hutan berakhir seiring dengan waktu baik perubahan kebijakan dan paradigma pembangunan kehutanan.

Lahirnya kebijakan kehutanan tentang model pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang dikenal dengan Hutan Kemasyarakatan (HKm), kemudian ditangkap masyarakat saat itu sebagai model untuk merebut kembali hak atas pengelolaan dan pemanfatan hutan, walaupun  mereka cukup sadar bahwa ini bukan yang mereka cita-citakan. Namun pada saat itu, masyarakat dihadapkan dengan situasi tidak menguntungkan dan tidak ada pilihan lain dalam mengamankan wilayah kelola mereka. Walau hanya bersandarkan akses pemanfatan dan pengelolaan hutan dengan ketentuan ijin selama 35 Tahun, menurut masyarakat pada saat itu cukup untuk mengamakan wilayah kelola mereka serta meminimalisir kriminalisasi terhadap mereka atas cap perambah hutan.

 

Desa Kelilik di Kepahiang (Foto Kelopak-Bengkulu)
Desa Kelilik di Kepahiang (Foto Kelopak-Bengkulu)

 

Perjuangan panjang mendapatkan ijin untuk pengelolaan dan pemanfaatan hutan melalui skema HKm tidaklah semudah yang dijanjikan dalam regulasi tersebut dan berjalan dengan lancar. Proses untuk menyakinkan pemerintah mengeluarkan Izin Usaha Pemanfaatn (IUP) HKm tentulah tidak mudah, proses diskusi dan pertemuan terus digelar dalam rangka verifikasi mendapatkan ijin. Perjuangan panjang masyarakat kemudian berujung pada tahun 2009,  melalui terbitnya SK Bupati Kepahiang No : 470 Tahun 2009 Tentang Pemberian IUPHKm kepada Kelompok-Kelompok Tani pada Kecamatan Ujan Mas, Kecamatan Kepahiang, Kecamatan Seberang Musi di Kabupaten Kepahiang melalui Kementerian Kehutanan. IUPHKm untuk  Desa Tebat Monok dan Desa Kelilik memiliki luas areal kerja HKm yaitu 210,5 Ha dengan jumlah petani pengelola 184 orang petani dengan 9 kelompok tani.

Dalam memperjuangkan terbitnya HKm, tentu bukanlah berkat dari segelintir orang atau kelompok tertentu saja. Banyak Petani Hutan yang sangat berkontribusi, baik kalangan pemerintah desa, maupun dukungan dari kalangan pegiat lingkungan (NGO). Banyak pengorbanan yang telah dicurahkan baik dalam bentuk materi, tenaga mau non-materi guna mendapatakan akses pengelolaan dan pemanfaatan hutan.

 

Zen Tokoh Petani Hutan yang Membawa Perubahan Perhutanan Sosial di Kepahiang (Foto Kelopak-Bengkulu)
Zen Tokoh Petani Hutan yang Membawa Perubahan Perhutanan Sosial di Kepahiang (Foto Kelopak-Bengkulu)

M.Zen atau akrab dipanggil Kak Zen, adalah salah-seoramg Petani Hutan yang tinggal di Desa Kelilik dan berprofesi sebagai petani kopi. Kehidupan Kak Zen sederhana, hampir sebagian besar hidupnya bergantung pada lahan kebun yang ia miliki. Kebun Kopi adalah tulang punggung utama beliau dalam menghidupi perekonomian rumah tangganya.

Kak Zen tokoh dari kalangan petani hutan yang cukup membawa perubahan dan sampai saat ini kurun waktu 10 tahun tetap konsisten mengawal HKm. Beliau adalah Petani Hutan yang dipercayakan sebagai Ketua Kelompok Tani Hutan HKm, dan sebagai pemimpin Forum Komunikasi HKm Desa Kelilik.  “Musyawarah kelompok adalah kunci utama dalam memutuskan semuan hal penting dalam pengelolaan HKm” ujar Zein kepada Kelopak Bengkulu.

 

Komoditi Tanaman Kopi di Kepahiang (Foto KpSHK)
Komoditi Tanaman Kopi di Kepahiang (Foto KpSHK)

 

Zen juga seorang Petani Hutan penggarap di lahan HKm seluas ± 2 Ha. Salah satu komoditi utama di garapan HKm adalan Kopi, Lada, Pinang, dan tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu lainnya seperti Durian, Jengkol, Petai, dll. Beliau memiliki prinsip kuat yaitu hutan sangat penting dalam kehidupan dan fungsi ekologis, hutan juga adalah keberlangsungan hidup. “Lestarinya hutan, maka membuat masyarakat akan sejahtera” pungkasnya.

#Adi_Inal_Kelopak_KpSHK#

Leave a Reply

Lihat post lainnya