K.P. SHK

Industri Rotan yang Meprihatinkan

Pemerintah sibuk mengotak atik kebijakan bahan baku rotan dan semuanya sia-sia. Volume ekspor jauh lebih anjlok bila dibandingkan dengan sebelum Permendag No.36 tersebut diberlakukan. Sebelum ada ketentuan ekspor bahan baku rotan mentah, pengusaha bisa mengekspor produk rotan jadi 3.000 kontainer per bulan dan sebenarnya pemerintah jelas tahu akan hal ini masih tetap berlangsung, tapi mereka sepertinya hanya tutup mata dan jadi pendengar setia…No Action.

Intisari tanya-jawab WoodMag dengan M. Hatta Sinatra, President Sinatra Global Corp:

Industri rotan kondisinya sudah sangat mengenaskan sekali dimana produk mebel rotan tidak hanya bertarung dengan dirinya sendiri, tapi juga dengan berbagai produk mebel seperti upholstry. Bila dibandingkan saja harga jual antara keduanya, tentu pasti tidak terpaut jauh. Jika di bandingkan juga kenyamanan ketika digunakan, banyak orang cenderung memilih untuk membeli produk mebel upholstry ketimbang mebel rotan. Ketidak pedulian dan pemahaman konsumen pada produk yang ramah lingkungan dan kelestarian lingkungan akan mebel rotan juga membunuh peluang survivalnya. Mestinya pemerintah memberikan instruksi untuk menggunakan produk mebel domestik, khususnya rotan untuk semua kantor pemerintah dan kedutaannya di luar negeri. Ini belum lagi harus berkompetisi dengan produk mebel asal China yang benar-benar harganya amat rendah. Ini mengkanibalisasi produk-produk nasional.

Saat ini ada produk tipikal indonesia yang dikanibalisasi produk mebel asal china. Ini terjadi di banyak pasar di luar negeri. Celakanya ketika kita digerogoti produk China,  justru Indonesia tidak bisa masuk ke pasar China yang sedemikian besar karena meraka sudah swasembada. Desainnya sangat tipikal China banget sehingga tidak mampu produk kita menarik perhatian konsumennya. Desain kita sangat sulit untuk masuk ke sana, karena memang harus selera China banget. Kalau kita pernah lihat ada resto di China yang mebelnya semua terbuat dari rotan. Desainnya memang dikembangkan sendiri untuk memenuhi selera konsumen disana. Sekarang tidak ada persoalan karena bahan baku rotan alam sudah dimiliki mereka. Sedangkan kemampuan mengembangkannya jelas lebih kreatif dibanding kita. Mereka bisa mengembangkan produk yang memiliki kesamaan karakter dengan produk Indonesia untuk masuk ke pasar Eropa dan Amerika.

Disamping itu juga mereka didukung untuk berpameran diberbagai negara secara besar-besaran. Di dalam negeri dibikinkan gedung pameran berkelas internasional di banyak kotanya. Masing-masing luasnya jika dibandingkan dengan gedung pameran kita seperti raksasa dan liliput. Seharusnya pemerintah kita juga harus memberikan dukungan serupa karena kalau swasta diminta membangun gedung pameran dengan mega luas seperti di China jelas tidak sanggup. Effort pemerintahnya sangat luar biasa, sehingga mereka pun menjadi sangat luar biasa.

Bagaimana dengan Indonesia yang selalu mengotak atik kebijakan ekpsor bahan baku rotan dan semuanya sia-sia, satu yang dituntut kepada pemerintah yaitu berbuat sesuatu terhadap rotan yang tidak bisa dilakukan swasta nasional.

Pemerintah sekali ini harus berbuat. Ini berupa penyelenggaraan pameran di Amerika, Eropa dan Asia. Penyelenggaraannya dilakukan selama lima tahun berturut-turut, dengan luas lantai yang cukup menampung perusahaan nasional. Tidak seperti sekarang. Yang dikirim satu perusahaan dapat sembilan meter persegi atau kurang, lantas produknya mebel bercampur dengan batiklah, sandal jepitlah, ikan asinlah, kopilah. Kalau pola selama ini dipertahankan, tidak pernah optimal hasilnya. Jadi tidak akan ada komoditas nasional yang bisa berkembang secara baik, terutama mebel.

Sumber: woodmagmagazine.com

Leave a Reply

Lihat post lainnya