Kabut pagi masih menggantung di antara batang-batang jelutung dan ramin di hutan gambut Kahayan Hilir. Suara burung sesekali memecah sunyi, seolah menjadi saksi bisu bahwa hutan ini belum benar-benar aman. “Kalau musim kemarau datang, kami semua mulai waspada. Sedikit saja lengah, api bisa makan semuanya,” ujar Abdul Azis, sebagai Komandan Lapangan Tim Darurat Karhutla (TDK) 2025.

Ini bukan cerita baru. Tahun 2023, sebagian kawasan hutan dan lahan di Kabupaten Pulang Pisau terbakar seluas 45.701 Hektar (Data Manggala Agni). Asap menyelimuti desa-desa. Banyak warga terpaksa menutup pintu dan jendela sepanjang hari, bukan karena ingin istirahat, tapi karena udara sudah tak bisa dihirup dengan tenang.
“Kami tak mau terulang,” tegas Penyang, Tenaga Ahli yang mendampingi TDK. “Makanya kita bentuk tim ini bukan cuma untuk memadamkan, tapi untuk mencegah sebelum api menyala.”
TDK bukan tim formal dari pemerintah, tapi kolaborasi rakyat: LPHD, MPA, kepala desa, hingga pemuda-pemuda desa yang rela berpanas-panas menjaga titik-titik rawan. Dukungan dari KPSHK dan Program Pengelolaan Terpadu Ekosistem Hutan Gambut (PTEHG) membuat langkah mereka lebih rapi ada patroli rutin, pemantauan lewat menara api, perawatan alat, hingga pembangunan sekat bakar.
Namun bukan berarti tanpa kendala. “Jangan libatkan kami hanya saat ada api. Libatkan kami sejak awal!” ujar Sumari, anggota tim patroli dari Gohong. Ia menegaskan bahwa perlindungan hutan bukan kerja musiman. Harus ada jadwal, struktur, dan logistik yang jelas.
Di tahun 2024, mereka sempat hanya aktif selama tiga bulan. Tahun ini, mereka meminta waktu lebih panjang: empat hingga lima bulan. Alasannya sederhana: prediksi BMKG menunjukkan puncak kemarau akan datang lebih awal dan lebih panas. “Suhu bisa tembus 36 derajat. Kalau kita telat siaga, semuanya bisa habis,” ujar Tekson dari BPBD Pulang Pisau.
Dalam pertemuan di Aula Bappeda, satu demi satu perwakilan desa menyampaikan hal serupa. Mereka siap bekerja sama, asal dilibatkan sejak perencanaan. “Kami sudah belikan mesin dan alat, tapi tetap butuh koordinasi. Jangan bergerak sendiri-sendiri,” kata Wanson, Kepala Desa Garung.
Saling percaya dan sinergi jadi kunci. Struktur baru TDK tahun 2025 pun dibentuk. Semua desa dan kelurahan dilibatkan. Manggala Agni, BPBD, hingga KPH Kahayan Hilir siap mendukung. Tapi yang paling penting adalah komitmen dari warga sendiri. “Kalau bukan kita yang jaga, siapa lagi?” kata Anang, MPA Desa Gohong. “Kalau hutan ini terbakar, bukan cuma pohon yang hilang. Air, udara, dan masa depan anak-anak kita ikut terbakar.”
Penulis: Alma
Editor: JW