K.P. SHK

Harimau Putih Hingga Air Suci

Lereng Papandayan Lodaya berangsur terang, silau perak mentari yang menandakan datangnya pagi di Kawasan Hulu Citarum akan sedikit menguak lahan kritis di kelandaiannya. Dari seberangnya, kaki Gunung Wayang Windu, Situ Cisanti, Kawasan Papandayan Lodaya bak rimbun pucuk. Kelerengan yang terjalnya saja yang masih berpohon hingga ke puncak, selebihnya satu dua terlihat pohon dengan daerah kelandaian yang gundul hingga ke kaki gunung.

“Yang masih rimbun itu kawasan BKSDA (Balai Konservasi Sumberdaya Alam). Selebihnya lahan Perhutani. Kawasan Lindung Bandung Selatan ini dikelola oleh tiga instansi, konservasi oleh BKSDA, lindung Perhutani dan produksi PTPN VIII, “ jelas Deni Jasmara, Direktur WALHI Eksekutif Derah Jawa Barat periode 2001-2006 yang saat ini aktif di Katurnagari di Situ Cisanti, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung (6/5) sambil menunjuk telunjuk kanannya ke arah Gunung Papandayan Lodaya.

Kawasan Lindung Bandung Selatan yang meliputi kawasan pegunungan yaitu Gunung Papandayan Lodaya dan Gunung Wayang Windu tersebut sangat erat dengan berbagai cerita keberadaan Harimau Jawa. Masyarakat sekitar kawasan tersebut masih sering bertemu dan melihat gerak kucing besar khas Jawa yang hampir punah.

“Ti Lodaya teh aya kene maung loreng, nu di diyeu’, maung bodas seeur kene (Di Lodaya masih ada harimau belang, dan di sini-kawasan Gunung Wayang Windu, harimau putih masih banyak-red),” ungkap salah seorang penjaga (tenaga honorer) kawasan Situ Cisanti dari Perum Jasa Tirta Kabupaten Bandung.

Saat terjadinya gempa yang melanda Jawa Barat di tahun lalu (2009), Kawasan Situ Cisanti adalah kawasan yang terparah terkena gempa. Situ Cisanti adalah satu pos penanganan pasca gempa Jawa Barat yang secara mandiri dilakukan oleh MPSA (Masyarakat Peduli Sumberdaya Air) Desa Cibereum, Katurnagari dan WALHI Eksekutif Daerah Jawa barat. Daerah dengan jumlah penduduk mencapai 66.000 orang ini sangat rawan dengan bencana lingkungan yaitu gempa dan banjir lumpur atau banjir bandang.

“Hampir setiap tahun dua desa di Kaki Wayang Windu ini terkena banjir. Yang masih tersisa banjir lumpur. Pasar Desa Cibereum tidak pernah aman dari genangan lumpur. Liat tadi jalan yang kita lalui,” jelas Dede Jauhari, penggerak MPSA, tentang adanya ancaman banjir tahunan di kawasan Situ Cisanti dan desa-desa disekitarnya.

Kawasan bekas daerah gerilya laskar Karto Suwiryo, salah satu tokoh Pergerakan Kemerdekaan Indonesia di Jawa Barat tersebut, masih dianggap wilayah keramat oleh sebagian besar masyarakat sekitar dan pelancong religi. Ini terbukti di beberapa bagian Situ Cisanti terdapat pondok-pondok inap bagi para peziarah Situ Cisanti. Walau tidak sering pelancong religi berkunjung ke daerah ini, adanya Saung Dipatiukur di Situ Cisanti adalah bukti kawasan ini dianggap keramat.

“Saung Dipatiukur sering dipakai nginap, peloncong teh nuju di diyeu’ kanggo semedi. Urang jaga musola jeung pohon eukaliptus di 40 hektar iye (Saung Dipatiukur sering dipakai menginap, para pelancong datang ke sini untuk bersemedi. Saya sendiri menjaga musola dan pohon eukaliptus di lahan 40 hektar-red),” tutur penjaga honorer PJT.

Situ Cisanti sendiri merupakan muara dari 7 mata air yang hingga kini terus mengalir. Ada anggapan mata air-mata air ini tidak akan pernah berhenti menurut kepercayaan setempat. Namun, Bambang Kusyanto, aktivis Katurnagari yang sering melakukan pengukur debit air Situ Cisanti secara reguler mengkhawatirkan bila tidak ada upaya progresif memelihara dan menanami pohon di kawasan itu, mata air-mata air itu akan tetap ada dan mengalir. Kawasan Lindung Hulu Citarum ini terlantar sudah sekian lama oleh pengelolanya yaitu Perhutani, dan ini yang menjadikan alasan kekhawatiran Katurnagari dan MPSA tentang keberlanjutan sumber air Situ Cisanti yang terbagi dua saluran yang menghidupi air bersih penduduk di 5 kecamatan di Bandung Selatan.

Leave a Reply

Lihat post lainnya