Sejak otonomi daerah, Pemda (Pemerintah Daerah) mulai memasukkan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pinggir hutan dalam rencana anggaran dan belanja daerah (APBD). Pemda Kubar (Kutai Barat), Kalimantan Timur, untuk tahun ini telah menganggarkan sebesar 3 milliar rupiah bagi masyarakat yang berada di sekitar hutan untuk menanami tanahnya dengan tanaman kayu. Program yang merupakan program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) ini akan melibatkan masyarakat dan LSM (lembaga swadaya masyarakat) dalam penanaman pohon karet, gaharu, dan sengon.
“Untuk pemberdayaan masyarakat pinggir hutan, Dishut (Dinas Kehutanan-red) Kutai Barat, tahun 2010 ini menganggarkan 3 milliar. Ini masuk dalam kegiatan RHL (Rehabilitasi Hutan dan Lahan) di tanah-tanah masyarakat,” ujar Lilik Yohanes, Sekretaris Dinas Kehutanan Kutai Barat, di Kantor Dinas Kehutanan Kubar di Sendawar (22/3).
Pemberdayaan masyarakat di sektor kehutanan di Kutai Barat tersebut masih fokus pada hasil hutan kayu. Padahal sebelumnya, Kubar tercatat sebagai kabupaten penghasil rotan rakyat untuk ekspor rotan mentah dunia. Dari beberapa sumber, pengumpul rotan dan pegiat LSM, pada tahun 80-an di wilayah Kubar terutama di lokasi-lokasi di pinggir sungai, masyarakat didorong untuk membudidayakan rotan. Hingga saat ini, kebun rotan masih banyak diusahakan oleh masyarakat.
Berbeda dengan apa yang diungkap Lilik, Sahadi Kepala Bidang Pengelolaan Hasil Hutan dari Dinas Kehutanan Kutai Barat menyebutkan, hasil hutan bukan kayu, khususnya rotan harusnya menjadi perhatian Pemerintah Pusat dan Daerah. Karena Kutai Barat sedari dulu merupakan sentra rotan di Kalimantan Timur.
“Sudah sejak lama kebun rotan ada. Hampir semua dayak di pinggir Sungai Kedang Pahu berkebun rotan. Dan di atasnya kebun karet. Kebun-kebun itu bukan kawasan hutan,” jelas Sahadi, Kepala Bidang Pengelolaan Hasil Hutan-Dinas Kehutanan Kubar, saat ditemui di Kantor Dinas Kehutanan Kubar di Sendawar.
Beberapa waktu lalu, Pemda Kubar meneguhkan adanya kelembagaan pelaku sektor rotan tingkat kabupaten, yaitu forum komunikasi petani dan pengumpul rotan se-Kutai Barat. Namun kelembagaan yang dikukuhkan dengan Surat Keputusan Bupati Kutai Barat No.253.522.22/K.893/2009 berganti dengan nama Forum Komunikasi Petani dan Pengumpul Hasil Hutan Bukan Kayu. Konsekuensi dari perubahan nama kelembagaan ini sangat berpengaruh di tingkat petani dan pengumpul rotan.
“Memang sebelumnya kami diundang dinas hutan. Untuk bikin forum komunikasi antarpelaku rotan. Yaitu forum petani dan pengumpul rotan kabupaten, tapi pertemuan terakhir jadi melebar ke HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu-red),” jelas Johanes, Ketua Pelaksana Harian P3R (Persatuan Petani dan Pengumpul Rotan) di Damai Seberang, Sendawar.
Harapan dibentuknya kelembagaan para pelaku rotan di Kutai Barat, dari keterangan Sahadi sebagai langkah penyiapan Kutai Barat sebagai sentra penghasil rotan seperti layaknya Kabupaten Katingan di Kalimantan Tengah. “Pengalaman di Katingan, ada asosiasi petani dan pengumpulnya, dan sekarang Katingan maju sebagai sentra rotan,” tambah Sahadi yang pada 2001 lalu masih sebagai pegiat salah satu LSM di Samarinda.