K.P. SHK

Forest Rescue Team: Bukan Sekadar Patroli, Ini Soal Menjaga Hutan Kita

“Kami bukan hanya masuk hutan untuk berjalan. Kami menjaga rumah kami sendiri.” Kalimat pembuka dari Suhartono, anggota Tim Patroli Hutan Kalawa, langsung menyulut semangat seluruh ruangan. Suasana Workshop Mekanisme Forest Rescue Team selama dua hari di Aula BappedaLitbang Pulang Pisau pun terasa hidup, penuh suara, dan penuh harapan.

Workshop ini bukan acara formal yang kaku. Justru sebaliknya, jadi ruang terbuka bagi para penjaga hutan desa untuk saling berbagi cerita, menyampaikan unek-unek, dan mencari jalan tengah demi menjaga hutan gambut tetap utuh. Sudah tiga tahun mereka turun langsung ke lapangan, melewati akar, kanal, dan malam-malam tanpa sinyal. Kini tiba waktunya merefleksikan: apa yang satu keputusan penting lahir dari forum ini. Tim Patroli Kebakaran (TPK) dan Tim Patroli Hutan (TPH) kini disatukan dalam satu nama baru: Forest Rescue Team (FRT). Bukan sekadar ganti nama, tapi juga ganti semangat dan pola kerja. FRT akan jadi tim terpadu yang tak hanya menjaga hutan, tapi juga mengumpulkan data penting: dari temuan satwa, kondisi sumur bor, sampai suara burung yang biasa luput dari catatan.udah dilakukan, apa yang bisa diperbaiki.

Tentu perubahan ini tidak langsung diterima begitu saja. Ketika wacana pembagian tim menjadi lebih kecil muncul, banyak yang angkat tangan. “Sepuluh orang saja belum cukup,” ujar Candra, Ketua TPK Kalawa. “Kalau cuma berenam di dalam hutan, bisa-bisa kami yang jadi korban.”

Asiswan dari Mantaren 1 juga menyampaikan keresahannya. Ia ingin semua perubahan dibahas bersama sejak awal, bukan tiba-tiba turun dari atas. Perubahan mekanisme memang penting, tapi jangan sampai semangat tim malah turun karena tidak dilibatkan.

Diskusi berlangsung panjang, kadang hangat, kadang panas. Tapi dari semua suara itu muncul benang merah: keinginan untuk memperbaiki tanpa mengorbankan yang sudah berjalan baik. Usulan pun bermunculan menambah hari kerja, memperkuat pelatihan teknis, dan tetap menjaga fleksibilitas kerja sesuai kondisi lapangan.

Dundung dari Gohong bahkan menyebut bahwa mereka tidak hanya menghadapi jalan berlumpur atau sungai yang sulit dilalui, tapi juga risiko lain seperti orang asing yang muncul tiba-tiba, alat rusak, hingga akses yang terputus. “Kami butuh dukungan, bukan pembatasan,” tegasnya.

Kini Forest Rescue Team akan bekerja dengan sistem baru. Laporan tidak lagi sekadar tulis tangan atau laporan lisan. Semua akan tercatat digital lewat sistem monitoring bernama War Room. Patroli bukan cuma soal menempuh jarak, tapi juga soal membawa pulang data dan cerita dari hutan.

PRM menegaskan bahwa perubahan ini adalah bagian dari pembelajaran tiga tahun terakhir. Banyak data yang hilang, banyak potensi temuan yang tidak tercatat. Maka mulai tahun ini, setiap langkah di hutan adalah langkah yang berarti baik untuk perlindungan, maupun untuk dokumentasi.

Yanto, Ketua LPHD Gohong menutup forum dengan pernyataan yang menyentuh hati. “Hutan desa adalah rumah bersama. Kalau bukan kita yang jaga, siapa lagi?”

Workshop ini bukan hanya melahirkan Forest Rescue Team sebagai nama baru. Tapi juga menyatukan semangat bahwa menjaga hutan bukan cuma soal pekerjaan. Ini tentang harga diri. Ini tentang menjaga tanah kelahiran. Ini tentang masa depan.

Penulis: Alma

Leave a Reply

Lihat post lainnya