Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim menjadi upaya wajib negara-negara di dunia untuk mengurangi emisi karbon dari aktivitas yang dapat meningkatkan konsentrasi CO2 di atmosfer. IPCC (Internasional Panel on Climate Change), kelompok riset tentang perubahan iklim di bawah PBB merekomendasikan, konsentrasi CO2 di atmosfer tidak boleh melebihi 450 ppm (parts per metric) hingga mengakibatkan kenaikan suhu bumi sampai 2 derajat celicius. Pada tahun 2000 tercatat, konsentrasi CO2 di atmosfer sudah mencapai 370 ppm.
Perhitungan dan rekomendasi IPCC tersebut menjadi indikator kunci dari rencana upaya negara-negara di dunia dalam penurunan emisi karbon per kapita di masa datang. Dari hasil pertemuan COP 13 UNFCCC di Bali pada Desember 2007, upaya-upaya itu meliputi adaptasi, mitigasi, finansial dan alih teknologi. Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan kala itu sangat antusias merespon hasil Bali.
Pasca berlangsungnya COP 13, Presiden membentuk dewan khusus tentang perubahan iklim atau Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia (DNPI), yang ketua hariannya adalah Menteri Lingkungan Hidup, Rahmat Witoelar (saat ini mantan menteri LH).
Salah satu fungsi utama DNPI adalah mengkoordinasikan sektor terkait dengan perubahan iklim. Dalam penuturannya, Dodi S Sukardi, pengurus harian Sekretariat DNPI, fungsi DNPI salah satunya koordinasi sektor dari 4 perannya.
“DPNI hanya pembantu Presiden soal perubahan iklim. Fungsinya mengkoordinasikan sektor-sektor. Ada soal dengan sektor silahkan tanya ke sektor-sektor itu. Emisi dari sektor gambut terbesar,” tangkas Dodi saat menjawab pertanyaan peserta tentang konflik lahan, konversi gambut untuk sawit dalam Seminar Kehutanan Masyarakat dan Perubahan Iklim di Hotel Pangrango II, Bogor (19/11).
Peran DNPI dalam perundingan internasional di bawah PBB sebagai negosiator dalam menyusun kesepakatan tentang perubahan iklim menjelang berakhirnya masa kerja Protokol Kyoto di tahun 2012, selain itu mengkoordinasikan sektor-sektor, bersama sektor menyusun skema perdagangan karbon, dan melakukan monitoring dan evaluasi.
Saat ini beberapa kalangan menilai fungsi dan peran DNPI menjadi tunggal. DNPI sebatas penghubung Indonesia untuk pertemuan-pertemuan perubahan iklim PBB. Padahal dari tujuan pendiriannya DNPI membawa kepentingan nasional ke kancah dunia.
“Saat ini saya lihat DNPI malah hanya sebagai focal point di negosiasi-negosiasi iklim PBB. Negosiator yang tidak punya otoritas,” ujar Muayat Ali Muhsi, Direktur PT. Peace, yang mewakili kelompok perusahaan jasa di perdagangan karbon dalam acara yang dihadiri para pemangku kepentingan dari Kehutanan Masyarakat (KM).
Dalam pertemuan G20 di Inggris pada Maret lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merilis pernyataannya, Indonesia hingga 2020 dapat melakukan penurunan emisi karbonnya hingga 26%. Pernyataan Presiden tersebut saat ini menimbulkan polemik dan kisruh di kelompok-kelompok pemerhati hutan dan perubahan iklim di Indonesia. Angka 26% tersebut akan didapat dari penurunan sektor mana saja dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia.
“Soal itu tunggu penjelasan minggu depan,” jawab Dodi menanggapi pertanyaan tentang munculnya angka 26% untuk penurunan emisi karbon Indonesia hingga 2020. (tJong)