Dikondisikan Mati!?… Akses Rakyat

Dikondisikan Mati

Akses Pasar Hasil Hutan Kerakyatan

Namun sesumbarnya Menteri Kehutanan mengatakan membuka lebar pengelolaan hutan kepada masyarakat, ini disampaikan dalam PNLH-WALHI (Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) April 2012 lalu di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Betul masyarakat yang mengelola hutan juga telah menjaga kelestariaannya sehingga meningkatkan fungsi-fungsi ekologi, ekonomi dan sosial bagi masyarakat di dalam dan sekitar hutan itu sendiri.

Perkembangan hutan rakyat harus terus dibina agar meningkat produktifitas dan kualitasnya. Salah satu upaya adalah mengarahkan hutan rakyat sebagai unit usaha masyarakat yang berkelanjutan.

Syahdan sampai saat ini pemerintah hanya melihat kayu sebagai hasil hutan, padahal pemerintah juga mengakui disamping kayu yang begitu besar yang dapat dihasilkan oleh hutan rakyat, hasil lain yang memiliki potensi yang besar dari hutan rakyat adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).

HHBK yang dimanfaatkan dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan oleh masyarakat, antara lain getah-getahan seperti Getah Jelutung, Getah Merah, Getah Balam, Getah Karet Alam dll. Tanin yang dihasilkan dari Pinang, Gambir, Rhizophora, Bruguiera, dll. Resin dari Gaharu, Kemedangan, Jernang, Damar Mata Kucing, Damar Batu, Damar Rasak, Kemenyan dll. Minyak Atsiri, Madu, Rotan, dll.

Seharusnya pemerintah daerah di wilayah yang hutan rakyatnya sudah berkembang menjadi unit usaha masyarakat perlu mengupayakan agar usaha tersebut meningkat menjadi usaha yang berkelanjutan.

Bukan malah mematikan usaha masyarakat seperti ulah Menteri Perdagangan diakhir tahun 2011 yang menutup ekspor bahan baku rotan, padahal sebelumnya para petani, dan pengumpul rotan menolak tegas kebijakan politis pemerintah yang menghentikan eskpor rotan dengan melakukan demonstrasi besar-besaran dibeberapa kota di indonesia.

Seharusnya pemerintah benar-benar mendorong dan memfasilitasi agar penyelenggaraan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Kemasyarakatan (HKm), dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat lainnya benar-benar menjadi skema pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat, serta mendorong penyederhanan dan pemurahan biaya transaksi penyelenggaraan HTR, HKm, dan pengelolaan hutan berbasis masyarakat lainnya dan menfasilitasi upaya untuk mendapatkan hak kepastian atas lahan, produksi, pasar dan investasi.

Beberapa pola hutan rakyat campuran yang ada di Indonesia antara lain Repong Damar di Pesisir Krui-Lampung, Kebun Karet Campuran di Jambi, Tembawang di Kalimantan Barat,  Parak di Maninjau-Sumatera Barat, Kebun Durian Campuran di Gunung Palung-Kalimantan Barat, dll.

Menyongsong Kebangkitan Nasional adalah Masa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan selayaknya menjadi momentum kebangkitan kedaulatan hutan kerakyatan, para pelaku hutan kerakyatan seharusnya berkumpul, berserikat membentuk kekuatan.

Sehingga akses pasar yang dikondisikan mati oleh para penjajah ekonomi dapat direbut kembali. Rakyat harus berdaulat atas hutannya sendiri, menguasai, mengelola, dan melestarikannya untuk anak cucu mereka. Tolak segala bentuk penjajahan ekonomi, sosial dan politik di atas hutan rakyat.   -(inal Lubis)-