
Perkebunan kopi rakyat pernah dianggap sebagai ancaman terhadap kelestarian hutan lindung. Inilah yang terjadi pada Kawasan Hutan Lindung Register 45 B Bukit Rigis.
Kawasan hutan lindung seluas 8.345 hektar ini termasuk wilayah dua kecamatan di Kabupaten Lampung Barat, tepatnya, Kecamatan Sumberjaya dan Air Hitam.
Keberadaannya di wilayah hulu daerah aliran sungai (DAS) Way Tulang Bawang membuatnya penting sebagai penyangga kehidupan sosial, ekonomi, dan ekologi. Terutama bagi masyarakat dari Lampung Barat, Tulang Bawang Barat, Tulang Bawang, Way Kanan, Lampung Utara, hingga Lampung Tengah.
Kegiatan masyarakat menanam kopi di kawasan ini telah terjadi sejak tahun 1960-an. Pertumbuhan penduduk dan migrasi membuat perkebunan kopi rakyat semakin meluas. Faktor keterdesakan ekonomi juga ditengarai sebagai pendorong. Menurut BKKBN Provinsi Lampung, 30% penduduk Sumberjaya tergolong pra-sejahtera.
Dari tahun ke tahun, luas perkebunan kopi rakyat semakin menggeser keberadaan hutan primer di Hutan Lindung Bukit Rigis. Sebagai gambaran, pada tahun 2002, luas hutan primer tersisa hanya 1.782 Ha. Sebagian besar hutan primer telah berubah menjadi kebun kopi (monokultur maupun multi-strata) seluas 4.276 Ha, sawah (915 Ha), dan belukar 374 Ha (ICRAF 2002). Hingga tahun 2004, diperkirakan luas hutan yang tersisa tinggal 25 % (Verbist, Pasya 2004).
Untuk mengatasi persoalan pemenuhan lahan bagi petani dengan tetap mempertahankan fungsi hutan, Pemerintah Kabupaten Lampung Barat menerapkan Kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm) sejak 2002.
Bupati Lampung Barat memberikan izin kepada 5 kelompok petani di dalam kawasan Hutan Lindung Bukit Rigis. Setelah melalui proses pemantauan dan penilaian oleh Dinas Kehutanan Lampung Barat pada 2006, setahun kemudian kelima kelompok tersebut mendapatkan Izin Usaha Pemanfaatan Pengelolaan HKm (IUPHKm) di atas areal seluas 1.970,09 Ha selama jangka waktu 35 tahun.
Kini, sudah ada 21 Kelompok HKm yang mendapat izin mengelola Hutan Lindung Bukit Rigis. Luas wilayah yang dikelola mencapai 6.615 Ha. Terbagi dalam blok lindung dan areal budidaya.
Pemberian izin kepada petani untuk mengelola kawasan lindung membawa hasil yang baik bagi kelestarian Hutan Lindung Bukit Rigis. Pasca pemberian izin, para petani melakukan upaya konservasi.

Dari Monokultur Ke Kebun Kopi Multi-Strata
Bentuk upaya konservasi di kawasan HKm Bukit Rigis terlihat dari pengembangan budidaya kopi dengan model kebun multi-strata. Bukan lagi monokultur. Selain kopi, para petani telah menanam 200 batang aneka tanaman serbaguna dalam setiap hektar kebun kopi. Penanaman ini dilakukan secara bertahap.
Hal ini bisa dilihat dari kebun yang dikelola oleh kelompok HKm Mitra Wahana Lestari Sejahtera dan Kelompok HKm Rigis Jaya. Sejak 2002 tetap menanam kopi jenis robusta sebagai tanaman utama. Tetapi mereka juga menanami lahan yang sama dengan cempaka, randu, tenam, sengon, dan sono keling yang merupakan tumbuhan bertajuk tinggi. Tanaman bertajuk sedang yang ditanam antara lain, petai, nangka, durian, jengkol, alpukat, karet, pinang, lada, manga, kayu manis, cengkeh, dan kemiri. Bagian lantai hutan pun ditanami tanaman cabe, tomat, jahe, dan aneka tanaman obat.
Teknik bertani yang selaras dengan kaidah konservasi tanah juga dilakukan oleh petani dalam kawasan Hutan Lindung Bukit Rigis. Misalnya, tenik strip rumput, gulud, gulud buntu (tied ridging), rorak (sedimen pit), yang dipadukan dengan penanaman pohon naungan. Kesemuanya ditujukan untuk mengurangi degradasi lahan di kebun kopi.

Keberhasilan yang sudah dicapai saat ini, telah membuktikan bahwa bila masyarakat diberi izin mengelola hutan, mereka akan terdorong melakukan pelestarian. Selama 5 dekade, cap perambah yang pernah disematkan pada masyarakat di dalam kawasan Hutan Lindung Bukit Rigis perlahan berganti pelestari hutan. (Syam/Tjong/inal)###