Produk kerajinan rotan sangat erat dengan hubungan dagang antarnegara. Semisal tas rotan, salah satu produk akhir dari rotan ini kini sudah memasok permintaan tas di beberapa daerah luar Indonesia. Di tangan para usahawan kerajinan tas, rotan menjadi barang jadi ekspor.
“Usaha ini sudah lama berkembang. Dalam setiap bulan ada saja pesanan dari luar. Kami menerima pesanan ekspor ke Perancis, Brazil, Spanyol. Dalam sekala besar biasanya setiap tahun. Dan bekerja sama dengan kelompok pengrajin lainnya,” ungkap Eva (20 tahun), adik dari salah satu pengusaha kerajinan tas rotan di Imogiri Timur, Bantul, Yogyakarta (17/4).
Menurut Eva, perusahaan kerajinan tas kakaknya ini memproduksi khusus tas rotan, walau saat ini pemesannya juga meminta model tas paduan rotan dengan bahan-bahan alam lainnya. Bahan baku rotan diperolehnya dari beberapa tempat di Surabaya, yaitu rotan asal Kalimantan.
Perusahaan keluarga skala kecil terbesar di Yogyakarta, Anggun Rotan, selain melakukan promosi lewat pameran-pameran kerajinan juga melakukan promosi lewat situs internet. Pemilik Anggun Rotan sendiri saat didatangi penulis sedang ke luar kota dalam rangka mempersiapkan keikutsertaannya dalam INACRAFT yang akan diselenggarakan pada 21-25 April mendatang di Jakarta Convention Centre.
“Rata-rata perusahaan kerajinan rotan mempekerjakan 15-45 orang. Bergantung besar modal. Pengusaha kerajinan kecil dan menengah seperti saya hanya mampu mempekerjakan 45 orang. Tergantung modal. Modal susah dapat dari kredit bank untuk semisal saya,” keluh Endro Wardoyo, pemilik Gradasi di Jalan Gambiran Yogyakarta (17/4).
Kesulitan memperoleh kredit bank, menurut Endro karena bank atau lembaga keuangan kurang percaya. Berharap bantuan kredit dari program pemerintah, Endro menyangsikan, selama ini pemerintah pun hanya sebatas membantu mengikutsertakan perusahaan kerajinan dalam acara-acara pameran.
“Lewat internet, sudah banyak perusahaan kerajinan melakukan. Tapi pemesan terkadang ingin melihat langsung. Pameran cukup membantu kepercayaan pemesan,” jelas Endro.
Peluang-peluang peningkatan sektor kerajinan rotan untuk pemenuhan kebutuhan ekspor sangat bergantung kepada semua pihak. Pemerintah sebagai pembuat regulasi seharusnya mulai sadar sektor rotan yang menjadi pesona internasional tidak terhambat oleh kondisi permodalan untuk pengusaha kecil dan menengah di Indonesia.
Anggun Rotan, Gradasi dan beberapa perusahaan kerajinan kecil-menengah di Yogyakarta justru banyak mendapat bantuan pemasaran dan permodalan dari BUMN atau LSM di Indonesia.
“Saya liat upaya meningkatkan pemasaran dan permodalan usaha kecil kerajinan justru datang dari BUMN (badan usaha milik negara) dan LSM. Di Yogyakarta Pertamina, GTZ, dan USAID melakukan itu,” lanjut Endro soal peran pihak lain di usaha kerajinan rotan.