Kawasan hutan Parigi Moutong seluas 352.992,66 ha. Dari luas hutan yang masih tergolong bagus ini bermukim warga-warga di dusun-dusun yang telah dicap miskin melalui Program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri). Sejak adanya PNPM masuk dusun pada 2006, Dusun Dua, Desa Parigi Mpu tergolong dusun miskin.
Dusun Dua berpenduduk tidak lebih dari 30 keluarga. Seluruh warga Dusun Dua adalah pencari rotan alam yang tumbuh dan berkembang di luar kawasan hutan yaitu Kawasan Suaka Alam dan Hutan Lindung Pangi Binanga, Kabupaten Parigi Moutong.
“Kita orang cari rotan tak sampai hutan lindung. Masuk ke dalam hutan lindung tidak boleh, dan bisa ditangkap kita. Rotan-rotan itu tumbuh banyak di luar itu, jaraknya 7 km dari dusun,” ujar Andi Abdul Muis (26 tahun), salah satu pencari rotan di Dusun Dua, Desa Parigi Mpu (25/6).
Pembangunan infrastruktur di Parigi Moutong tidak serta merta memberikan jaminan keamanan kebersihan dan kesehatan bagi dusun-dusun di sekitarnya. Terbukti akses terhadap air bersih PDAM (perusahaan air minum daerah) yang berada persis di ujung dusun dari jalan raya Desa Mpu sangat sulit. Terlihat masyarakat mengambil air masih di kuala (sungai) terdekat dengan dusun.
“Dusun kita sering dapat bantuan raskin, bibit tanaman, dan tempel-tempel kertas di dinding rumah. Bibit-bibit rotan pernah dikasih. Kita tanam, mati dan tak ada sisa sekarang. Dinas kasih bibit beberapa tahun lalu,” jelas Andi tentang adanya bantuan-bantuan bagi masyarakat miskin di Dusun Dua.
Mata pencaharian warga Dusun Dua yang bergantung pada ada tidaknya permintaan rotan dari pengumpul (pelaksana) sangat riskan. Saat tidak ada permintaan rotan dari pelaksana atau pelaksana tidak punya modal, pencari rotan langsung beralih menjadi buruh kebun di kebun-kebun coklat desa lain atau pergi ke kota mencari kerja lain.
“Kita orang cari rotan, bila ada pesan dari pelaksana. Kalau pelaksana tak datang tiap bulan kita tak timbang rotan. Kumpul rotan 10-15 hari, kadang bawa bini ke hutan. 1 bos (setara dengan 100 kg, red) seharga 120 ribu rupiah,” ungkap Andi.
Hampir semua jenis rotan alam yang ada di hutan-hutan di luar Kawasan Suaka Alam Pangi Binanga ada, tapi yang sering dikumpulkan pencari rotan di Dusun Dua hanya jenis tertentu yang sesuai dengan permintaan pelaksana yang biasanya datang dari Palu dan Makasar.
“Pelaksana hanya beli rotan tertentu. Misal batang, lambang, noko, dan tohiti. Tohiti paling rendah harganya. Dengan panjar, kita harus timbang rotan pada pelaksana. Panjar terserah kita minta, kadang tiga ratus ribu, lima hingga satu juta. Habis timbang, habis pula uangnya, tak ada ditabung,” jelas Andi tentang penghasilan dari mencari rotan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sebagai dusun sasaran Program PNPM yang biasanya mengarah pada penyediaan fasilitas umum, dana PNPM di Dusun Dua tidak digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Dari keterangan Andi, setiap hasil penimbangan rotan, tiap pencari rotan di Dusun Dua setiap bulannya harus mengeluarkan 10.000 rupiah untuk menyumbang pembangunan mesjid di Dusun Dua yang saat berita ini diturunkan, mesjid Dusun Dua sedang dalam proses pembangunan.
Terdapat 40-an jenis rotan di hutan Kabupaten Parigi-Moutong. Sebelum 1980-an para petani pengumpul bisa mengolah 20-an jenis rotan namun saat ini hanya 4 jenis rotan yg dibeli oleh para pedagang (itupun terbatas pada diameter tertentu).
Semua ini disebabkan oleh kebijakan tata niaga rotan yg diatur oleh pemerintah yg tidak tahu masalah rotan, misalnya rotan harus dibuang kulitnya, pada hal banyak jenis rotan diameter kecil yg tidak bisa lagi dibuang kulitnya. Inilah yg menjadi tertawaan petani sekaligus gigit jari.
Dukung Pemerintah untuk memperbaiki aturan tata niaga rotan dan regulasi yang meningkatkan nilai tambah dan ekonomi bagi masyarakat pinggir hutan. Semoga masih ada niat baik semua pihak di sektor rotan untuk memperbaiki kondisi sekarang, terutama peran Pemerintah. Salam
Pantas saja rakyat di pedesaan kita banyak yg bodoh (karena aturan/pemerintahnya juga bodoh).
Kasihan bangsa ini dipimpin oleh manusia2 bodoh yang menghancurkan kesempatan hidup petani/pengumpul rotan di dusun sana.
Mari lepaskan diri dan bangsa ini dari kebodohan. Memperbaiki perniagaan yang mencakup produksi dan distribusi serta nilai-nilai tambah dari sektor rotan rakyat ini adalah jalan terbaik lepas dari jerat kemiskinan dan kebodohan. Salam
Yth. KpSHK,
Kondisi petani,pengumpul,pengusaha rotan di daerah Sulawesi Tengah dewasa ini adalah Hidup enggan Mati tak sudi. Semua itu karena peraturan pemerintah mulai dari 1986 smp saat ini. Pemerintah mendapat tekanan dan masukan dari oknum/kelompok pengusaha mulai dari Bob Hasan dst nya. Pemahaman pemerintah terhadap rotan hanya sebagai bahan membuat kursi, padahal tidak demikian adanya.
Nah, ibarat nasi hampir jadi bubur, apakah tidak ada upaya menyelamatkan “rotan” dari kesalahan aturan yg menghancurkan hidup rakyat kecil sekaligus menyelamatkan rotan dari pukulan rotan plastik/imitasi? Hanya organisasi semacam KpSHK yg diharapkan.
Wassalam
Bukan hanya tuga KpSHK untuk secara bersama memperbaiki sektor rotan. Semoga kita semua yang memperhatikan sektor rotan dapat memberikan jawaban atas komoditi andalan bangsa ini. Salam