K.P. SHK

April, Parit dan Klotok

Menelusuri parit menuju Desa Petak Bahandang, Kecamatan Tasik Payawan, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, bak mereka-reka kembali bagaimana pelepasan kayu-kayu illegal logging yang dihanyutkan menuju Sungai Katingan pada tahun-tahun 2000-an, saat dimana di seluruh hutan di Indonesia marak penebangan liar.

Tampak di kiri-kanan parit bekas-bekas tebangan pohon kayu lahan gambut. Warna dinding parit yang berupa lapisan “rumput-bekas kayu terbakar-tanah lempung” menandakan ada pengerukan tanah gambut sebelumnya.

“Jembatan tadi menuju Balai Desa Petak Bahandang. Karena putus beberapa waktu lalu, orang-orang lewat parit ini untuk keluar-masuk desa,” jelas Tukang Klotok (perahu kecil) saat mengantar 7 orang peserta pelatihan Penggunaan Optimal Teknologi Informasi bagi Pelaku Rotan yang baru tiba di bibir Desa Petak Bahandang (21/6).

Dari tujuh orang peserta pelatihan Penggunaan Optimal Teknologi Informasi bagi Pelaku Rotan yang akan diadakan pada 22-23 Juni 2011, yang bertempat di Balai Desa Petak Bahandang, termasuk diantaranya kami pelaksana pelatihan tersebut (satu orang dari KpSHK dan dua orang dari PokkerSHK). Bagi orang yang baru memasuki dan melewati parit yang bermuara ke Bibir Sungai Katingan seperti saya, pasti akan berdecak kagum. Tidak terbayang bagaimana cara membuat parit di hutan gambut dengan peralatan tertentu.

“Parit ini sudah ada sebelumnya, Pak? tanya seorang dari kami, April, kepada Tukang Klotok.

“Dulu ini tidak ada. Ini dibuat menggunakan eskavator perusahaan HPH (baca: perusahaan penebangan kayu) di sini. Ini parit illegal logging. Perusahaan yang bikin untuk mengalirkan kayu hingga ke Sungai Katingan,” cerita Tukang Klotok sambil mengarahkan laju klotoknya dengan sebatang bambu ke dinding-dinding parit.

Jarak tempuh perjalanan melalui parit illegal logging dari Bibir Desa Petak Bahandang hingga Bibir Sungai Katingan tidak terlalu lama, membutuhkan waktu paling lama 30 menit. Lama tidaknya perjalanan tergantung sampah-sampah akar bekas tebangan di sepanjang dasar parit yang terkadang menghambat laju baling-baling mesin klotok.

“Kayu dan akar bekas tebangan ini kalau di Jawa bisa jadi meja, kursi, dan benda-beda seni, apa masyarakat di sini juga sama, Pak?” tanya April menambah berisik kucuran air gambut dari dinding-dinding parit kepada Tukang Klotok.

“Kami tak tau mengolahnya. Dulu ambil kayu karena perusahaan tebang seenaknya. Tanah ini milik kami, masyarakat desa di sini berkebun rotan dan karet. Kami usaha rotan dan karet saja,” sahut Tukang Klotok menjawab tanya April.

Petak Bahandang adalah desa di Bibir Sungai Katingan dimana menjadi pilihan sebagai tempat pelatihan Penggunaan Optimal Teknologi Informasi bagi Pelaku Rotan, karena di desa ini merupakan pemasok rotan terbesar di Kecamatan Tasik Payawan (7 desa di Kecamatan Tasik Payawan penghasil rotan). Selain itu di desa ini pula terbentuk beberapa kelompok petani dan pengumpul rotan yang tergabung dalam kelompok besar P2RK (Perkumpulan Petani Rotan Katingan) yang sudah berdiri sejak 2005 lalu.

Pelatihan Rattan e-Farmers yang bertemakan “Penggunaan Optimal Teknologi Informasi bagi Pelaku Rotan di Katingan” juga bertujuan untuk menghidupkan kembali gairah kerja P2RK yang selama hampir 5 tahun belakang melesu seiring lesunya sektor rotan di Indonesia.

Setibanya kami di Bibir Sungai Katingan, tiba-tiba suara April menyatu dengan suara Tukang Klotok. “Esok kita memulai sesuatu yang lebih dari sebelumnya. Rattan e-Farmers!” (tJong)

Leave a Reply

Lihat post lainnya