KPSHK. Bogor, November 2016.
Diskusi Side Event Kongres PSW V dengan tema Mewujudkan Keadilan Sosial dan Ekologis dalam Industri Perkebunan Kelapa Sawit di Bogor, 22 November 2016. Diskusi tersebut menghadirkan pembicara diantaranya Dwi Praptomo Sudjatmiko (Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Kementrian Pertanian Republik Indonesia), Supardy Marbun (Program Penanganan Masalah Agraria, Pemanfaatan Ruang dan Tanah, Kementrian Agraria dan Tata Ruang), Abetnego Tarigan (Tenaga Ahli Utama, Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Sosial, Ekologi dan Budaya Strategis, Kantor Staf Presiden), Cahyo Hardianto Harefa (Plt. Direktur Litbang, Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)) dan Achmad Surambo (Deputy Perkumpulan Sawit Watch Indonesia).
Acara tersebut mendiskusikan tantangan keberlanjutan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia yang menimbulkan konflik agraria, tumpang tindih wilayah konsesi kawasan sawit di kawasan hutan serta praktek pengelolaan perkebunan kelapa sawit.
“Kondisi sawit di Indonesia sudah berlangsung dari tahun 80 sampai sekarang berkisar 36 tahun sehingga perlu dilakukan peremajaan, perawatan, dan pemilihan bibit unggul untuk mendapatkan hasil produksi terbaik” ungkap Dwi Praptomo Sudjatmiko selaku Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
Praktik para perusahaan perkebunan kelapa sawit selama ini terdapat temuan tidak sejalan dengan prosedural sehingga menimbulkan beberapa konflik dikawasan.
“Sebanyak 24 kasus laporan telah diselesaikan sementara masih ada ratusan pengaduan kasus mengenai Perekebunan Kelapa Sawit yang sudah diterima kepda KPK dan sedang ditangani oleh KPK”, jelas Cahyo Hardianto Harefa selaku Plt. Direktur Litbang, Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK terus melakukan monitoring terhadap praktek perkebunan kelapa sawit sebagaimana tugas negara untuk mengelola sumber daya alam, terus mengupayakan hak-hak pekerja kelap sawit sekitar 6 juta orang, serta hak-hak hutan adat.
Sementara itu menurut Abetnego Tarigan dari Tenaga Ahli Utama, Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Sosial, Ekologi dan Budaya Strategis, Kantor Staf Presiden, “Praktik tata kelola lahan tidak berjalan sebagaimana mestinya, laporan warga terdapat kekerasan, kriminalitas, dan terdapat pengaduan 65 kasus. Banyaknya Isu reforma agraria konflik perlu solusi bukan hanya distribusi informasi”.
Tantangan keberlanjutan kedepannya perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus menimbulkan konflik ketimpangan terhadap wilayah kawasan hutan adat. Mengambil hak-hak wilayah adat, mengindahkan kewajiban perusahaan terhadap praktek perkebunan kelapa sawit maupun hak ketenagakerjaan kelapa sawit.
“Praktek dilapangan perkebunan kelapa sawit berkewajiban harus memenuhi menyediakan lahan perkebunan plasma sebesar 20% dari luas perkebunan kelapa sawit” ungkap Achamd Surambo selaku Deputy Perkumpulan Sawit Watch Indonesia.
Melalui diskusi tersebut diharapkan pemerintah mampu menyelesaikan laporan pengaduan dari masyarakat maupun aktifis seputar permasalahan maupun konflik yang ditimbulkan dari perkebunan kelapa sawit. Pada penghujung acara diskusi BRWA yang tergabung dari sejumlah LSM termasuk KPSHK dalam acara tersebut menyerahkan peta sebaran hutan adat di Indonesia.
#KPSHK/Aris.