Ada Antam di Kemitraan Konservasi Malasari
Pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan bukan hal baru. Kuasa Pertambangan (KP) anak perusahaan PT. Aneka Tambang (Antam) Tbk, PT. Cibaliung Sumberdaya di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) sudah beroperasi lama —sejak 1981 pertambangan emas tertutup atau sawah tanah ini berganti pemegang ijin, diakuisi oleh PT. Antam pada 1992 dan mulai berproduksi sejak 1994. Konon, saat ini PT. Antam sedang mengajukan perpanjangan ijin. Dampak operasi kuasa pertambangan milik negara (BUMN) ini selain menyebabkan kerusakan lingkungan, pengalihan aliran air Sungai Cikaniki sehingga irigasi pertanian masyarakat terganggu, munculnya tambang ilegal yang meningkatkan penggunaan merkuri yang masuk ke sungai maupun sawah-sawah petani, memunculkan kejadian longsor dan tanah ambruk di lokasi-lokasi lubang galian dan menimbulkan konflik sosial.
“Orang tua kami mulai bersawah dan menggarap kebun sudah lama. Tercatat sejak 1928, hampir 200 ha lebih, kampung ini warganya menggarap lahan. Semakin tahun warga makin bertambah, lahan garap tidak bertambah. Ada Antam masuk, ya sebagian warga ikut jadi gurandil (istilah untuk penambang emas rakyat). Mengharap hasil dari lahan garapan, tidak cukup. Karena sejak Antam masuk sawah-sawah menjadi kering,” ujar Rasman, Kepala Dusun 2 Malasari, saat ditemui di rumahnya (6/7).
Sarman bersama warga dusun lainnya di Desa Malasari sedang mengajukan permohonan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mendapatkan legalitas atas penguasaan lahan garapan yang berupa sawah, kebun dan pemukiman luasnya mencapai 1.175 ha. Luas usulan warga untuk mendapatkan ijin Kemitraan Konservasi ini ditengarai masuk ke ranah 4 klasifikasi konflik kawasan. Seluas 900 ha usulan masuk pada klaim perluasan kawasan TNGHS, hutan lindung dan kuasa pertambangan PT. Cibaliung Sumberdaya sebagai bentuk pinjam pakai kawasan untuk pertambangan dan TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria) dari kawasan hutan.
“Saya baru tau, tanah garapan dan rumah warga Pabangbon ini tidak hanya tumpang tindih dengan Taman Nasional, tapi juga dengan KP Antam. Tapi Antam tidak bisa tunjukkan area kerja. Makin lama Antam terus saja masuk, meluas sampai ke Ciurug (Ciurug adalah nama kampung yang secara administrasi bagian dari Dusun 2 Pabangbon, yang juga merupakan target exploitasi urat emas PT. Cibaliung Sumberdaya selain urat emas Ciguha dan Kubang Cicau-red). Dan Antam selalu sebut warga yang sering melanggar area ijinnya,” cerita Sarman tentang konflik berkepanjangan warga Kampung Ciurug dengan PT. Cibaliung Sumberdaya.
Warga penggarap di Dusun 2 Pabangbon-Malasari sebagian besar menanami sawah garapannya dengan tanaman padi tadah hujan. Untuk lahan garapan yang berupa kebun, warga menanami dengan tanaman buah-buahan seperti pohon nangka, durian dan jengkol. Konflik warga dengan PT. Cibaliung Sumberdaya membuat keterdesakan warga Kampung Ciurug, sebagian lahan garapan dijual kepada perusahaan. Beberapa tahun terakhir, adanya kewajiban perusahaan melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat di sekitar areal kuasa pertambangan, PT. Cibaliung Sumberdaya memberikan bantuan tidak langsung kepada warga berupa pemberian uang 25 juta rupiah untuk pembangunan sekolah, 30 juta rupiah untuk pengerasan jalan desa, membangun rumah seorang warga yang tak mampu, membangun posyandu. “Antam kadang memberi bantuan pada desa. Jumlahnya tidak seberapa, dan tidak setiap tahun. Bantuan itu diberikan hampir 3 tahun terakhir ini. Dan itu harus desa yang memohon,” kata Sarman.
Dengan mengusulkan Program Kemitraan Konservasi dimana masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar wilayah TNGHS dapat mengelola kawasan hutan, warga Desa Malasari khususnya, warga Kecamatan Nanggung-Bogor pada umumnya berharap dapat mengelola lahan garapan yang berupa sawah dan kebun demi keberlanjutan penghidupan mereka. Selain itu untuk memperjelas kepastian hukum atas hak penguasaan tenurial warga dan terhindar dari terusirnya mereka dari wilayah penghidupan mereka yang sudah berlangsung puluhan tahun. “Saya dan warga Pabangbon berharap, saat nanti kami menerima surat keputusan Kemitraan Konservasi ini tidak lagi dibayangi trauma pengusiran, pemindahan seperti tahun 2011. Tahun itu warga sempat mau dipindahkan oleh pihak taman nasional ke desa lain, Desa Cirewet. Cuma yang sekarang lebih khawatir dengan Antam, karena Ciurug masih diakui sebagai wilayah Antam,” Sarman menjelaskan harapan warga tentang Program Kemitraan Konservasi (tJong/KpSHK).